Puisi Hujan – Turunnya air dari langit yang kita namai hujan merupakan salah satu rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang membawa banyak manfaat bagi kehidupan dan patut kita syukuri. Dengan hujan, kehidupan di muka bumi senantiasa tercukupi.
Di kalangan kawula muda, hujan menyimpan kesan tersendiri. Dari fenomena alam ini puisi hujan akan tercipta, memori kenangan masa lalu akan dikenang. Yah, dengannya puisi hujan yang menggambarkan suasana hati akan tercurah segalanya di sana.
Buat kamu yang ingin melukiskan suasana hatimu dengan puisi hujan, berikut di bawah kami berikan kumpulan puisi tentang hujan.
Daftar isi
- Hujan Bersamamu
- Kisah Hujan
- Setetes Kenangan dalam Hujan
- Hujan dan Namamu
- Jadikan Aku Hujan
- Memori Tetesan Hujan
- Musim Hujan Berselimut Duka
- Hujan di Ternate
- Rintik Rindu Novena
- Seperti Hujan
- Kisahku dan Hujan
- Secercah Hujan di Ujung Senja
- Rinai Memberai
- Sajak Pertemuan Hujan dan Senja
- Titisan Hujan Bersama Nyanyian Syahdu
- Kenyataan di Balik Hujan
- Aku Rindu Hujan
- Kisahku Tak Merindu Hujan
- Kita Kepada Aku dan kamu Saja
- Anggap Saja Hujan ini Adalah Aku
- Halte Persimpangan
- Hujan ini Turun Lagi
- Menikmati Tamparan Hujan
- Senja Basah
- Hujan Kematian
- Saat Merindumu
- Mutiara Kecil
- Kusambut Hujan
- Di Saat Hujan di Suatu Sore
- Kau Pikir Hujannya Telah Reda
- Hujan Malam Ini
Hujan Bersamamu
Oleh: Handiyani
Aroma itu, waktu itu dalam senja terbenam
Hujan memihak dirimu bersemayam
Rintiknya menjelaskan wajah bergumam
Tanah basah menutupi jejak yang dalam
Jelas benar rintik hujan bersamamu
Menjadi pemisah saat temu
Bertukar air mata semu
Hujan menyelimutimu. [*]
Kisah Hujan
Oleh: Rieneke Cahyani
Aku menanti dirimu
Seperti air menghujam sendu
Terus jatuh mengalir kelu
Hujan berteriak pilu
Tak kudengar dalam surau
Jiwaku termenung kelabu
Menunggu cinta semanis madu
Hingga usai balutan waktu
Hujan seminggu berlalu
Tersisa petrichor syahdu. [*]
Setetes Kenangan dalam Hujan
Oleh: Tarisya Widya Safitria
Dulu
Saat semburat merah jingga nan elok
Saat gumpalan kapas gelap bersanding bersama cakrawala
Tetes kehidupan jatuh serentak
Membombardir ribuan kilometer lahan
Impresi menguap di atas tanah
Larut bersama wewangian hujan
Di bawah rintik-rintik nikmat Tuhan
Tersemat manis indahnya janji masa depan
Penuai kebahagiaan semu berselimut basah
Kini
Harus beradu dengan nestapa
Menatap seruan hina yang menyayat jiwa
Menusuk hingga rindu menyeruak keluar
Dengan satu tarikan napas gusar. [*]
Hujan dan Namamu
Oleh: E. Natasha
Senandung lagu mendekap lirih romansa jiwa
Benak menyapa raut wajah yang nyaris tenggelam
Dalam lautan mimpi sang penghirup malam
Melawan hujan, mereguk jejak tanpa nama dunia
Dia yang mencoba membaca arah
Dalam gelap, memanggil cahaya yang tersembunyi di balik aksara
Berdiri sendiri mencoba mengenal suara kerinduan
Adakah dia di sana masih terpaku menatap kenangan
Kemana kau akan berlari
Melepas pagi dan mencoba memutar mentari
Apalah kau masih terlelap dan terus bermimpi
Memuja cinta tanpa rasa haus duniawi
Kenangan hujan memanggilmu, dan tetap memanggil namamu
Meski luka mencoba menjauhkan dirimu dari putaran waktu masa lalu
Bulan di sana masih merindukanmu
Untuk kembali padanya, tanpa menghapus tangisan hujan di wajahmu. [*]
Jadikan Aku Hujan
Oleh: Afifatur Rohman
Jadikan aku hujan
Akan kulukis kisah dengan muara air
Akan kubuatkan bendungan yang dipenuhi cinta
Akan kupenuhi jiwamu dengan rintiknya rindu
Ajari aku menjadi hujan
Agar aku bisa mengobati hausmu
Haus akan dentuman rindu
Mengalirkan kesejukan pada tubuhmu yang basah
Ijinkan aku menjadi hujan
Aku ingin persembahkan musik dengan jatuhnya aku
Membuat alunan pada dinginnya cintamu
Tapi, ini janjiku
Tak ada petir yang membuatmu benci akan diriku. [*]
Memori Tetesan Hujan
Oleh: Setia Erliza
Sehelai daun hijau panjang
Menutupi mahkota dari derasnya hujan
Menuju tempat lautan ilmu
Beberapa tahun yang silam
Saat aku duduk di bangku Sekolah Dasar
Memori daun pisang menjadi bait kisah haru
Menempa kisah di musim penghujan
Basah?
Ayah, derasnya hujan menerpa tubuhmu
Sambil menggigil kau genggam tanganku
Jelas terlihat dari tangan keriputmu
Menuntunku di bawah derasnya hujan
Daun pisang mengukir kisah haru
Ciptakan kenangan indah tak terhingga
Antara aku, ayah, dan hujan. [*]
Musim Hujan Berselimut Duka
Oleh: Fakhri Fikri
Rangkaian kata kususun menjadi aksara
Bercerita tentang musim hujan berselimut duka
Di mana senja tak lagi jingga
DI mana mentari enggan menampakkan muka
Kala itu, langit menangis berlinang air mata
Guntur beretorika tanpa bisa mengucapkan sepatah kata
Indonesia berduka
Bapak pluralisme bangsa telah tiada.
Karawang, 10 November 2017 [*]
Hujan di Ternate
Oleh: Abi N. Bayan
Kau tumpah lagi di gelasku
dan aku mesti menyeduh
sisa-sisa teh dari cangkirmu.
Malam ini, aku kembali
memelukmu dalam diam
sebelum asap rokok mati dari tanganku.
Ada gigil tiba-tiba renyah di ruangan ini
melesat keluar jendela
dan kau sibuk merapikan sesak. [*]
Rintik Rindu Novena
Oleh: Dikha Nawa
Lembar keenam, kumulai lagi dengan mengingatmu
Tentang rinduku yang belum tersampaikan
Kala percik-percik gerimis menyapaku
Di antara aroma remahan tanah yang basah
Betapa sulitnya itu
Begitu berat menahan lajunya…
Entah, di rintik keberapa
Ku ‘kan mengeja bayangmu
Membahasakan senyummu saat itu
Di sini pun masih terasa sama
Hampa, serupa kesendirian ini
Hingga tak sanggup lagi, hatiku menahan keingkaran ini…
Andai saja mampu
Menghalau lajunya waktu
Andai saja saat itu
Tak bersumpah untuk membencimu. [*]
Seperti Hujan
Oleh: Michra Fahmi
Mereka bilang aku aneh…
Karena aku selalu menunggu air turun dari langit
Mereka juga bilang aku gila
Karena senang bercerita pada hujan
Mereka selalu menjauh ketika rintik menyapa
Sementara aku selalu menyambutnya dengan riang
Kau benar tentang hujan, ada aroma tanah yang terjamah
Dan selalu menggugah rasa rindu antara kita
Aku harap kau tau pernah lupa pada hujan yang mempertemukan kita
Saat bersama tersenyum memandang langit hitam dan derasnya hujan
Kau ajarkan aku menjadi seperti hujan di malam hari
Atas harapan dan rinduku pada seseorang
Yaaah…
Hujan tak pernah lelah turun meski malam
Dan tak pula mengharapkan datangnya pelangi. [*]
Kisahku dan Hujan
Oleh: Ghivan Christine
Dalam ayunan langkah, yang semakin lambat
Dalam helaan napas, yang semakin dalam
Dalam desir angan, yang kian menjauh
Dalam desah hati, yang kian membiru
Entah harap, entah khayal yang digenggam
Entah duka, entah suka yang dikecap
Hanya tetes hujan yang paham
Hanya tetes hujan yang menjawab
Dalam biru yang kian menyatu
Di derasnya tetes hujan
Tak ada kata yang terucap
Tapi selaksa makna terjawab
Kisahku sama dengan hujan
Datang dan pergi tanpa pamit
menghembuskan asa dan juga nestapa
Hingga hanya dingin yang tersisa. [*]
Secercah Hujan di Ujung Senja
Oleh: Reni Triasa
Masih seputar rindu,
Tergeletak tak berdaya di antara sendu
Isak tangis semakin memekik kalbu
Terbata-bata melisankan ingin bertemu
Masih seputar rindu,
Di ujung senja semakin rapuh
Di cercah hujan ingin tetap tinggal
Menanggung pedih serpihan rindu di atas bahu
Masih seputar rindu,
Menyeret paksa jiwaku penuh bisu
Menahan jengkal langkahku dengan tangis
Suara hati yang berteriak histeris, berkata tetaplah di sini
Di atas rinai hujan yang jatuh tanpa jeda
Rindu ini belum selesai, katanya. [*]
Rinai Memberai
Oleh: Peti Rahmalina
Rinai datang padaku pada saat diri tengah menepi
Renyai senyawa hidrat memecah sunyi
Segala impresi tentangnya menguar memenuhi imaji
Kembali pada ilusi tuk berpuisi
Rangkaian asa yang kucipta terverai
Dia pergi ketika rinai datang memenuhi semesta tak berisi
Serenada pilu mencipta elegi
Nyeri yang kau berikan, kuresapi dalam-dalam saat hujan
Sembilu menjalar setiap kali rinai berjatuhan
Sembunyikan air mata redam jerit kekecewaan
Dalam cinta yang tiada berupa
Rinai memberai
Rinai memberai asa
Dalam rindu yang membuat tiada
Rinai memberi asa
Jadi tiada yang membuat rindu. [*]
Sajak Pertemuan Hujan dan Senja
Oleh: Windarsih
Guguran air menyelubungi rona pipi senja
Mengembang senyum sepasang insan bertudung payung jingga
Bumi sudah dijamah resapan manis hujan senja
Usapan tangan di kala pintu-pintu langit terbuka
Magis hujan meniduri relung-relung kerinduan
Pertemuan perpisahan silih berganti tanpa salam
Bagai sebujur kilat membelah angkasa tak pedulikan masa
Setara air hujan kala rasa menjatuhkan lara
Menatap hitam pemegang gagang payung jingga
Kularang melangkah sebelum tangis hujan reda
Mencari bening di antara helai rambut legammu
Mendaratkan rindu semasa kemarau bertahta padaku
Sajak pertemuan di bawah kembang payung hujan
Teduhkan jiwa dua insan pemuja ritme tetesan
Memori penghujung Desember pelukan batas senja
Engkau dan aku meniduri rasa manis air dirgantara. [*]
Titisan Hujan Bersama Nyanyian Syahdu
Oleh: Jannatul Ula
Kilau mentari menyinari bumi dengan tandus alam yang menerjang
Seketika awan berubah wujud menjadi mangsa kegelapan
Mengharapkan curahan air yang menabur
Rintihan suci menghidupkan dunia indah nan syahdu
Memanggil cinta bagai akar menjalar untuk tetap bersemi
Menghias bunga mekar diiringi musik gemercikanmu dari kelayuan
Menghias alam dengan biasan mentari
Sebagai tangga cinta sang bidadari
Butiran embun menempel di ujung dedaunan
Membentuk indah bagai mutiara bening
Rintihan hujan butir suaramu menyejukkan imajiku
Dalam keheningan anganku terbang entah kemana bersama angin
Membuat tubuh ini membeku
Dengan hawa yang kau curahkan. [*]
Kenyataan di Balik Hujan
Oleh: Tista Apriyandani
Pergilah….!
Ujarku membara laksana petir membelah sunyi
Kian dusta terlanjur kau hembas melukai hati
Ku tak pikir sejauh apa langkah kaki pergi
Melambai pergi raga tenggelam tak peduli
Surat terbuang…
Secarik kertas teruntai menari di atas pena
Hujan bersaksi dikau menusuk jantung mata
Sedih di kala duka hamba menyapa relung raga
Berpaling kau pergi silakan saja hatiku rela
Bersabar…
Insan hati terkelupas Sang sarang perih terluka
Tinggalkan dikau bagai telur pecah tak berguna
mencintaimu laksana jasad di balik keranda
Relung menangis kian terpecah sakit merana
Tak peduli…
Berlarilah sebahagia kau kejar kapas berkabur
Enggan ku lari melangkah menggapai gerimis cinta
Sesak hati mengema kaku tenggelam dalam kubur
Bibir tak sudi berampun dikau kejam seribu dusta. [*]
Aku Rindu Hujan
Aku rindu hujan
di tiap-tiap tetesan;
pada matamu
langit kesunyian
aku rindu hujan
di tiap-tiap percikan;
pada detakmu
gemuruh keheningan
aku rindu dirimu
di tiap-tiap hujan;
pada namamu
menderas kerinduan [**]
Kisahku Tak Merindu Hujan
Oleh: Bukamaruddin
Aku adalah tanah kota
kemarau abadi yang dihampiri aspal dan beton
Aku tak bisa lagi menjadi laki-laki peneduh
seperti pohon di pinggir jalan yang sekarang enggan berdaun
Aku tak bisa lagi menjadi laki-laki lumpur
seperti kesederhanaan tanah dan kenangannya
Di sini kisah kasih membantu
tunggu tak lagi patuh
rindu tak lagi butuh
Jika engkau memang tiba
maka kuminta gerimismu
karena hanya itu yang membuatku tak meluap
Jika engkau tetap datang
maka kucinta pelangimu
karena hanya itu yang tak membuatku mengeluh. [*]
Kita Kepada Aku dan kamu Saja
Oleh: Riris Ariska
Dulu ratusan sajak kutulis karenamu
Ribuan kata kusampaikan padamu
Milyaran mimpi terangkai atas kamu
Dulu sebelum kita kepada aku dan kamu saja
Aku tak ingin melupa
Rasa penuh yang masih menyenja
Meski gelap akan datang,
dan badai menentang akan menghempaskan,
dan pada hujan kau akan kuleburkan
Aku tetap mempersilakan dingin memluk,
biar dibasah memori terangkut,
biar hujan jatuh dan banjir tak kunjung surut,
aku tak akan larut seperti gula yang kau aduk. [*]
Anggap Saja Hujan ini Adalah Aku
Anggap saja hujan ini adalah kenangan,
meski rintik yang sedetik, tapi mampu
mengingatkan
anggap saja hujan ini adalah kerinduan,
meski rintik yang setitik, tapi mampu
mempertemukan
anggap saja hujan ini adalah aku,
meski sudah tak lagi deras, tapi tetap
membekas. [**]
Halte Persimpangan
Oleh: Rizqi Amalia
Di bawah rintik hujan
Berpayung langit hitam
Aku berjalan memungut puing-puing kenangan
Sebuah pertemuan di halte perpisahan
Seulas senyum tercipta oleh tatapan mata tanpa sengaja
Sepatah sapa memecah keheningan yang ada
Berharap hujan enggan tuk reda
Tanpa terasa detak dada berdecak tak semestinya
Semusim telah berlalu, menelan detik yang melaju
Tentangmu, membingkai sisi kalbu
Siluet senyum memahat rindu
Namun kehilangan mendahului temu
Selepas engkau tiada
Hujan tak lagi sama
Rintiknya membawa aroma kamboja
Segenggam ikhlas melepas langkahmu di alam sana. [*]
Hujan ini Turun Lagi
Hujan ini turun lagi
untuk yang kesekian kali
mengingatkanmu
mengingatkanku
tentang rintik
soal waktu yang sedetik
hujan ini turun lagi
menetesi kedua pipi
membasahimu
membasahiku
tentang kenang
soal airmata yang berlinang
hujan ini turun lagi
dari kata yang kau namakan puisi
namamu
namaku
tentang cinta
soal rasa yang pernah singgah
hujan ini turun lagi
membekas di lubuk hati. [**]
Menikmati Tamparan Hujan
Oleh: Nani Andriani
Saat hujan melanda negeriku
Seolah candu aku berlari tanpa malu
Menikmati indahnya penorama alamiah
Derasnya hujan membasahi tubuhku
Membelenggu memikat rindu
Kutelentangkan kedua sudut tanganku
Menari-nari layaknya bocah kerdil
Di bawah guyuran air bah langit
Kuterdiam di jalanan sepi
Menikmati setiap jengkal tamparan mega
Menyentuh pori-pori
Kutengadahkan wajah polosku
Menyambut datangnya air kehidupan
Kupejamkan mata lentikku
Meresapi rintikan air yang menjatuhiku
Dengan berpayung awan mendung
Kulangkahkan kaki menjelajahi pertiwi
Bersama hujan yang menemani
Hingga reda tak jatuh lagi. [*]
Senja Basah
Oleh: Putry Kata
Jingga itu menggoda
Jejak kita yang tanpa sisa
Pada hujan senja itu
Kugantung harap tanpa semu
“Jika kita adalah takdir
Datanglah dengan cinta tanpa khawatir.”
Dahulu, rapal cinta di senja basah
Adalah kita saling menyapa
Lewat tatap mata
Lalui kata tanpa suara
Rintik yang jatuh di senyummu
Membuatku cemburu
“Ingin sekali mendekap lesung pipi
Yang begitu tampan itu”
Kini, senja itu masih basah
Namun cinta kita, yang tertinggal hanya kisah. [*]
Hujan Kematian
Oleh: Lulu’atul Puadiya
Tanduk merunduk menguntai zikir kematian
Tertunduk di barisan para prajurit
untaian deru hujan membasahi tubuh kumalnya
Simbahan lumpur mulai menjalar baik sungai tanpa jejak
Sajak tangisan terdengar dari lubang tak bertulangnya
Miris…
Sebuah penantian di tengah tangis hujan
Penantian yang terpaksa menanti
Zikir kematian semakin dekat
Kala sang jubah kebesaran berdiri
Bak cagak mencagak tubuh tak berdaya itu
Tangisan itu hancur lebur
Lidah tak bertulang itu bergetar….
Menahan perihnya gejolak kematian. [*]
Saat Merindumu
Merindumu adalah menemu sunyi
seperti gerimis menjumpai tangis
serupa puisi;
sebait kata pada tubuh sepi
dirinya sendiri
merindumu adalah menemu sunyi
seperti detak dalam tubuh sajak
serupa bunyi;
rima yang tak henti-henti
menyeru namanya sendiri. [**]
Mutiara Kecil
Oleh: Endang Kurniawan
Lihatlah rintikan hujan yang berirama
Mengantarkan sebuah kisah dalam drama
Kesejukannya menghapus segala bentuk kesedihan
butiran-butirannya melukiskan bait yang sedang berjajar
Kebahagiaan ini takkan pernah lepas rindu
Saat mutiara kecil mengalir indah di wajahmu
Hingga jari-jari mungil ini berpijak seraya bertumpu mengusap lembutnya lapisan permukaan nan sejuk
Langit pun menangis di saat wajahmu mengalirkan air mata
Kisahnya seolah tampak, namun tak terlihat
Mutiara kecilnya mengalir mengantarkan sejuta harapan
Harapan yang dahulu kutuliskan dalam bait kisah
Mutiara kecil di wajahmu
Bercahaya layaknya mentari di siang kelabu
Kisahnya penuh kenangan manis seperti madu
Hingga tak disadari jiwa kehilangan rindu. [*]
Kusambut Hujan
Oleh: Ely Widayati
Detik waktu berlalu meninggalkan kawan
Kemarau yang mendera mulai bosan
Tanaman rimpang menyembunyikan dahan
Rumput kering menahan lapar
Bilakah hujan datang menghampiri
Walau turunnya rinai kecil
Mereka senang akan harum hujanmu
Membawa kesejukan riang dalam kalbu
Rintik tawamu menyuburkan tanah
Meski di sini ada air dalam kulah
Namun aliran hujan lebih berkah
Air alam ciptaan Alloh
Kusambut musim hujan ini
Dengan senyuman tulus dari dasar hati
Agar alam tidak ternodai
Agar hujan tidak dicaci. [*]
Di Saat Hujan di Suatu Sore
/1/
Ditabur hujan kesunyian sore ini
menderas pada getar kata
sajak-sajak ditulis menepis sepi
melebur jarak dirinya
bunga-bunga tumbuh
di antara jendela, kursi, dan meja
pasti dikenalnya rindu
merekah pada nafasmu
ujung-ujung jari yang sedari dulu
–menyentuhnya
melebur pada detak waktu
/2/
hujan kesunyian,
tidakkah kau dengar puisi
suara sepi
pada pertemuan ini
sajak yang ditulis tak pernah terbaca
sebab rindu selalu membuat kita lupa
lalu, kembali
hujan menulis puisi –lagi
di setiap rintiknya
di antara jendela, kursi dan meja
– tentang bunga-bunga
/3/
dan begitu saja
pada suatu sore ini
hujan yang menderas
sajak-sajak yang tak terbaca
hingga sampai pada sunyi
aku masih sendiri
di kursi ini
berteduh pada puisi
dari hujan sore ini. [**]
Kau Pikir Hujannya Telah Reda
Oleh: Mohammad Roni Sianturi
Kau pikir hujannya telah reda begitu saja, kawan?
Kau pikir tidak ada sisa?
Ah,
Menyisakan genangan di hati.
Esok, lusa, dan akan kuingat genangan air ini
Betapa basah hatinya; tergenang sedih kata
Yang kau katakan sendiri
Di depan mata dan telinga.
Kawan,
Kau pikir hujannya telah reda,
kau tak sadar; airnya menggenang di hati
Kata yang kau kata; badi
Dan kini; kau hanya menatap
Pura-pura lupa dan suka berbasa-basi
Perih dan pedih…
Kata-katamu menggenang; menyayat hati. [*]
Hujan Malam Ini
Hujan malam ini
menetes dari pipimu
mengalir di pelupuk sunyi
membasahi detak waktu
Jejak-jejak
menulis sajak
di hujan malam ini
air matanya sendiri
Barangkali matamu dan mata hujan
adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan
serupa api kepada abu
seperti aku kepada kamu. [**]
Keterangan:
- *Diambil dan ditulis ulang dari buku Bait Kisah di Musim Hujan: Antalogi Puisi. CBK Publishing, Banda Aceh, 2017
- **Puisi hujan dengan judul Aku Rindu Hujan, Anggap Saja Hujan ini Adalah Aku, Hujan ini Turun Lagi, Saat Merindumu, Di Saat Hujan di Suatu Sore, dan Hujan Malam Ini sudah dipost sebelumnya oleh Moh. Faiz Maulana di qureta.com