Puisi Rindu – Perasaan rindu, adalah suasana hati yang muncul ketika kamu memiliki keinginan yang begitu kuat untuk bertemu. Yah, sekadar bertemu. Entah itu ingin bertemu dengan keluarga, ayah–ibu, teman, sahabat, atau orang spesial yang kita cintai.
Aku yakin kamu pernah merasakan rindu di hati. Bagaimana rasanya? Ingiiiiiiin sekali bertemu dengannya. Rindu itu ada karena perpisahan serta hadir karena waktu dan jarak. Ungkapkan perasaanmu dengan puisi rindu!
Kumpulan puisi rindu atau puisi tentang rindu di bawah ini merupakan kata-kata yang dirangkai untuk mengungkapkan perasaan hati. Yuuk.. langsung baca saja, dan resapi keindahan kalimatnya. Bisa jadi, kamu menemukan puisi rindu singkat yang pas dengan suasana hatimu.
Daftar isi
Puisi rindu
Langit yang hitam menjatuhkan jutaan pensil padaku, apa yang akan digambar di tubuhku, apakah rindu yang meluncur dari dingin matamu?
***
Telah kubisikkan namamu pada angin, semoga saja hujan mendengar dan lahir sungai abadi dari rintiknya, mengikis batu-batu dan seribu prasasti tercipta untukmu.
***
Bulan tenggelam di teluk matamu, aku tak mampu mencegah hatiku, terhanyut ombaknya ke dalam rindu.
***
Selembar puisi seperti uang kertas, yang merah lebih berharga, tetapi aku hanya bisa membeli rindu dan segelas bayangmu.
***
Sekalipun nafasku tak cukup panjang, kau akan lihat angin yang membawa daun-daun dari kepingan hatiku.
***
Tak cukup daun-daun mewakili hembusan angin senja, tak cukup awan lembayung mewakili teduhnya cuaca, ada gemuruh tak ada hujan, siapakah yang dapat mewakili pelukan selain engkau?
***
Apa lagi selain menggambar rindu, hanya ada pensil hitam dan bayangmu.
***
Sepasang matamu dan spasi di antaranya, adalah kalimat yang membuat seseorang berhenti bicara, lalu menulis hingga akhir hayatnya.
***
Di jemarimu yang lentik bagai anak-anak sungai, siapa pun ingin membangun jembatan, jembatan rindu jembatan cinta, apa pun namanya.
***
Berat menanggung ransel rindu, kudaki tebing terjal hatimu, pelukan ini hanyalah cara … memperkecil jarak yang kutempuh.
***
Dapatkah aku berhenti bicara tentangmu? bahasa tubuhku tak pernah kehabisan cara, menggambar bayangmu.
***
Pada pekat kabut kugambar garis partitur, barangkali akan terdengar olehmu sebuah lagu, barangkali akan terdengar olehmu debar jantungku.
***
Mengingatmu, napasku menerbangkan selembar kertas, sebuah puisi mengapung di udara, sekalipun tak menjelma kupu-kupu, siapa tahu itu akan sampai padamu.
***
Kau menggambar rindu di bibirku, dan gugurlah semua warna senja di tubuhku.
***
Kau menjelaskan rindu, tanpa satu pun kata. Irama jantungmu di dadaku, mengganti seluruh suara hujan yang pernah jatuh di sajakku.
***
Saat malam terlalu sunyi, aku mengumpulkan cahaya bulan yang menempel di kaca, dengan cara seperti itu, jantungku berdebar seakan sedang kusentuh wajahmu.
Puisi tentang rindu
Aku menyulam rindu di dadamu, sebab kehangatan bukanlah di ujung kain yang membalut tubuhmu.
***
Bila daun-daun harus gugur karena cinta, biarlah aku menjadi kelopak-kelopaknya yang tak pernah memejamkan mata.
***
Ingin kutempatkan jantungku di sudut matamu, agar mudah bagiku selalu jatuh cinta padamu.
***
Biarkan cahaya bintang menyentuh keningmu, mengantarkan doa-doa heningku, betapa pada angin pun aku berbisik tentangmu.
***
Cintamu cahaya seluas cakrawala, rinduku setangkai kalbu merekah sebatang kara.
***
Yang tak pernah lepas dari ingatanku adalah perasaan memandangmu, jantungku kadang berdegup seakan kau duduk di depanku.
***
Matamu yang sejuk, menempatkan aku di antara gunung, sungai, gua, pantai, dan tebing-tebing terjal yang menjatuhkanku ke dalam rindu.
***
Tak ada kata yang mati dalam puisi, aku saja yang terkubur kalimat rindu.
***
Aku telah membelanjakan waktu. Inilah senja, keranjang tempat kukumpulkan rindu.
***
Keheningan rindu telah melampaui bukit dan lembah, menembus tebing dan kabut, mataku hanya ingin membeku dan abadi di puncak tatapanmu.
***
Cahaya bulan menerangi laut di pipimu, dan ombak yang berdebar-debar di ujung bibirku, tak mampu menahan hempasan rindu.
***
Ingin kubaca tiap hempasan ombak, mengapa rindu menentang berhenti dan terus melawan waktu, mengapa laut membentang di dadaku.
***
Semenit saja memandangmu, pahit luka rindu mengelupas dari bibirku. Semenit saja memejamkan mata, terlelap aku di pelukan senja.
***
Cintaku mengenal laut di matamu, rinduku mengenal ombak di bibirmu. Lengan-lenganmu sungai, di mana tubuhku selalu hanyut terbawa.
***
Apakah hujan ikut menanggung rindu. Berkali ia jatuh, di punggung dan dadaku, hanya untuk memelukku.
***
Aku tergelincir di atas rindu yang membasahi bulu matamu. Bulu mata yang telah ribuan kali berlinang, dalam cinta dan doa.
***
Di balik kelambu kau selalu mampu menjadi cahaya, yang menuntu rindu, menjauh dari kegelapan dan waktu.
***
Yang menghidupkan kata cinta, ialah spasi di antara jemarimu, yang memberi ruang bagi hurufku untuk merindukanmu.
Puisi rindu singkat
Sesekali pinjamlah rinduku, untuk membakar daun-daun di halaman rumahmu, sesekali kau harus tahu, hangat api yang kuciptakan untukmu.
***
Aku pejamkan mataku, tak tertembus lampu, kecuali bayangmu.
***
Hatiku kekasih, setabah asteroid di kegelapan langit, menunggu jatuh menjelma cahaya, di langit matamu yang biru.
***
Kebahagiaan yang sederhana di balik hujan senja, saat lenganmu melingkari bahu, dan rintik sengaja jatuh dengan suara merdu.
***
Aku pernah menyembunyikan rindu dalam keremangan senja, tapi senja pun bersembunyi dalam bayangmu.
***
Kau menitipkan sesuatu pada senja, cahaya yang mencakar langit hingga merah, betapa rindumu sudah semakin parah.
***
Rindu tak dapat menjamin cintamu. Namun cinta, dapat menjamin rindumu.
***
Cinta itu ruang, rindu itu waktu. Di sini, kunikmati hangatnya hatimu.
***
Perbedaan rindu dan jarak, jarak itu ada batasnya.
***
Yang menghidupkan senja ialah spasi di antara jarimu, yang memberi ruang untuk kugenggam, membisikkan betapa rindu.
***
Kalau rindu itu datang padaku, waktu pun seketika menjadi tubuhmu.
***
Di sejuk cahaya malam, ada bintang mengerdip biru, di peluk kehangatanmu ada jantung memekik merdu.
***
Tiba-tiba embun jatuh saat kubuka halaman buku, seakan ada setangkai bunga tersentuh tanganku, padahal hanya huruf yang menyusun kata rindu.
***
Sekalipun aku terpejam, aku bisa mendengar gemuruh laut, aku bisa mendengar hempasan demi hempasan ombak menaklukan tebing rindu.
***
Aku debu, yang menyala saat kau terbakar rindu.
***
Jangan lepaskan pelukanmu, biarkan napasmu berhembus di dadaku, membawa gemuruh jantungmu dan harum kata-kata rindu di tubuhmu.
***
Rindu memang samudera biru. Disentuh olehnya, kau tak perlu takut dan ragu. Dihempas olehnya, kau hanya perlu memelukku.
***
Angin tak bisa mengelabui rindu. Tak kan mampu berdebar seperti jantungku.
***
Seribu lagu dikicaukan angin senja, tapi kerinduan memiliki senandungnya sendiri, yang hanya bisa kaudengar saat kubisikkan padamu.
***
Di mataku ada ribuan rindu, ingin menyaksikan hangat senyummu.
Puisi rindu buat kekasih
Jika rindu itu tuts piano, ada banyak tuts piano di dadaku, menunggu jarimu menyentuhnya merangkai nada, aku akan memejamkan mata senyap dalam gemuruhnya.
***
Malam ini aku rindu, lembaran kertas seperti jalan lengang tanpa lampu, yang dilalui sendiri huruf-hurufku.
***
Rindu yang kau lukis di cakrawala, membuat samudera seindah bibirmu, dan ombak mengempas senyap seperti ciumanmu padaku.
***
Seperti rerumputan: rinduku pasti tumbuh, di gersang ingatan sekalipun, di gurun kenangan apa pun.
***
Ada yang tak redup setelah senja, saat kau hempaskan tubuhmu pada cuaca. Hujan di balik kelambu, gemuruhnya bisa seindah itu.
***
Izinkan kucumbu setiap rindu di sudut bibirmu, di sudut-sudut yang menanggung kesunyianmu, mari kupeluk, agar tangismu cukup aku yang memilikinya.
***
Bukalah jendela dan biarkan angin mengecup lembut keningmu, meletakkan napasku di celah rambutmu. Biarkan dadaku memelukmu, sebab ia datang hanya untuk mencintaimu.
***
Pinjamkan matamu pada langit, agar setiap malam aku tak kehilangan cahaya. Agar setelah matahari terbenam, aku masih bisa bahagia memandang cakrawala.
***
Bisakah aku tertidur dengan dada tertindih rindu, bisakah api padam di mataku, sedang bagiku betapa indahnya mengingatmu.
***
Dadaku bergetar kedinginan karena membawa seluruh rindu, maka kusibukkan diri menyalakan api, berharap menjelma tubuhmu.
***
Di ufuk senja di kotamu, biarkan saja terbenam matahari. Di pelupuk mata puisimu, bolehkah aku menenggelamkan diri?
***
Wajah ayu, tahukah rasanya merindukanmu? Tubuh ini seperti jadi tebu, di luar kaku, di dalam penuh kenangan manis denganmu.
***
Kau ingin mengambil rindu yang ada di mataku? Kecup bibirku dan ia akan jatuh begitu saja di bibirmu.
***
Kadang kugambar wajahmu dan aku jadi rindu. Kadang aku rindu dan kugambar jadi wajahmu.
***
Tak ada bedanya detik, menit, ataupun jam
Tak ada bedanya matahari terbit dan tenggelam
Tak ada bedanya bila semua berganti
Karena tetap sama kau tak ada disini
Puisi rindu dalam diam
Merah yang membasahi bibirmu bukanlah gincu, tetapi gerimis yang tak mampu menulis rindu.
***
Aku melangkah menyeret rindu, menyelinap di antara kabut yang menyelimuti tubuhmu.
***
Kata-kata membuat sarang di rambutku, membawa ranting-rantingnya ke dalam pikiranku, ketika aku rindu, sebuah sajak lahir di situ.
***
Kau tak dapat menghitung ranting rindu di dadaku, lihatlah burung-burung yang riuh berterbangan ketika pelukanmu datang.
***
Dadaku rimba, sebab ada yang selalu berkicau merdu di dalamnya, di antara pohon-pohon rindu yang tak bisa kusebutkan satu-satu.
***
Aku tak ingin menafsirkan kata-kata di matamu, memandangmu saja semua rindu menjadi abu.
***
Matamu mata air, sebening-bening mata yang mampu memadamkan api rindu.
***
Rinduku yang tertinggal, kaujadikan kancing di bajumu. Kini, lepaskan kancing itu dan tanggalkan rindu.
***
Andai padamu aku bisa bertanya, mengapa langit yang luas tak dapat menahan hujan jatuh, lalu bagaimana aku mampu menahan rindu?
***
Aku tak bisa menceritakan rindu, tanpa menatap langit matamu, yang tenggelam perlahan ke dalam kalbu.
***
Rindu ialah rahmat, langit paling luas, di dalamnya angin dan gerimis, juga senyum manismu, menaburkan serbuk cinta pada kelopak mataku.
***
Ketika senja mengganti cakrawala, dari jauh kaupendarkan rindu, dan malam mengantarku pada cahaya di antara kedua matamu.
***
Aku memeluk harum tubuhmu, kau melepas penatku dalam rindu.
***
Mungkin cinta sembunyi di balik lenganmu, yang kaulukiskan dengan sabar, dalam kebaikanmu, yang kaudekapkan dalam debar, kerinduanmu.
***
Puisi ini cuma perahu di tengah samudera kecintaanku padamu.
***
Aku mengenal baik gerimis yang mencium tubuhku, aku kira kau jugalah angin itu, menangis di rambutku membisikkan betapa rindu.
***
Sepagi rindu diucapkan waktu, ada guguran embun di pintu, mengetuk subuhmu, lirih menyebut namamu.
***
Serintik apapun hujan pastilah membawa rindu, kusediakan tempat untukmu, dan kau akan datang sayup-sayup di hatiku.
Puisi rindu Islami
Dalam diam
doa-doaku tak pernah diam,
padamu.
***
Malam dingin,
sedingin munajatku yang tak banyak ingin,
sediam doaku yang tak lagi seriuh angina.
***
Suara penyeru menyibak langit
Embun embun pilu berjatuhan
Menciumi dedaunan tanpa keegoan
Bergegaslah..keabadian menunggu jiwamu
Diatas sajadah labuhkanlah cintamu.
***
Pertemuan di langit tinggi dengan doa doa terbaik sejatinya lebih membahagiakan hati.
***
Disamudera Al Ikhlas
Aku tenggelam dalam cintaMu.
***
Disetiap helai senja
Selalu ada doa yang ku langitkan dengan purna
Perihal siapa.. biarlah Allah Yang Maha cinta tunjukkan alamatnya
Ditiap helai usia Ada asa yang menjuntai dari perwujudan doa
Dan bahagia adalah amin yang tak lagi rahasia.
***
Kun fayakun
Aku rela segala takdirMu
Aku ikhlas apapun titahMu
Sebab aku yakin apapun kehendakMu
Adalah terbaik untuk ruang dan waktuku.
***
Ada yang lupa kusebut dalam doa
Tentang ego yang masih meraja di jiwa
Menjadi tabir tebal di pelupuk mata
Menutup rasa dengan segala asa.
***
Sabarlah kawan
Cobaan adalah kemuliaan
Ujian adalah cinta
Tuhan yang tertuang
Bagai hujan di kemarau panjang
Kelak kau akan mengerti
Setiap takdir adalah kenikmatan
Setiap titah adalah jatah terindah.
***
Bersama angin
Kutafakkuri segala yang kuingin
Allahku, Aku hamba yang dzalim.
***
Angin rindu berhembus di sajadah
Membelai wajah cinta tak sudah-sudah
Aku ingin segera berangkat hijrah
Menemui-Nya dalam bingkai pasrah.
***
Tentang sepi,
kelak kita akan sendiri menghadap Rabbi,
memeluk sepi sepanjang hari.
***
Allahu, rindu pada-Mu tak pernah jemu.
***
Ketika cinta tak lagi tahu maknanya
Dan rindu berbayang tak jelas tujuannya
Kembalilah pada-Nya… tanyakan setiap inci arah berlabuh
Tuhan pemilik sebaik-baik tempat berteduh.
***
Aku ingin rinduku ini tak habis habis
Kepada-Mu.. penguasa cinta dari segala lapis.
***
Nanti akan aku ceritakan padamu,
tentang penantian yang tak kenal akhir waktu,
sebab cinta bukan soal kapan,
tapi ketika Tuhan sudah menetapkan.
***
Di munajatku yang gagu
Ku tangkap sebilah rindu
Ada doa terserak di wajahku
Aku tertampar dosa-dosaku.
Puisi kerinduan yang mendalam
Di tubuhku, ada cuaca yang disebut rindu, bergemuruh menyala menyambar, lalu dengan lembut terpejam memelukmu.
***
Terlalu banyak kureguk laut, perahu-perahu terjebak ke dalam jantungku, aku diam sekaligus tenggelam, tersedak rindu.
***
Ribuan sajak akan terus memanggilmu, ribuan ombak menggerus waktu, serius memahatmu pada tebing rindu.
***
Apa yang kaupagut dari bibirku hanya lembut ombak, rinduku gemuruh lautan yang menghempas ke hatimu.
***
Pada ranting patah mungkin tumbuh cabang baru, pada pelukanku kau tak perlu ragu, setiap bentangnya adalah debar, ranum dalam rindu.
***
Seolah cuaca mengubahmu jadi gerimis, yang jatuh ke dalam mimpiku.
***
Mataku tak pernah kehilangan bayangmu, saat terpejam, diam-diam mengucap rindu.
***
Aku ilalang yang ingin tumbuh di tepian matamu, aku tak ingin jadi tangkai rindu yang patah menahan waktu.
***
Rindu memang api biru. Menyentuhnya, kau tak perlu takut dan ragu. Sebab hanya sehangat kuku.
***
Di hatiku, apa yang tidak menjadi patah? Semua jatuh menuju senja, mengira kau selalu di sana.
***
Di langitku yang tersisa siluet rambutmu, senja tertimbun bulu mataku, yang gugur karena kecintaannya padamu.
***
Embun di kaca, seperti tak bosan-bosannya menulis rindu, meninggalkan ribuan huruf, yang menetes lembut ke dada.
***
Biarkan aku kuyup dalam rintih embunmu, hanyut ke dalam urat-urat daun, di lebatnya rimba rindu.
***
Langit dipenuhi kerling matamu, memanggilku di lengang yang jauh, di rindu yang tak tersentuh waktu.
***
Terlalu sulit untuk terpejam, kelopak mata seperti sebuah pintu, yang berderit saat datang bayangmu.
***
Barangkali engkau memang hujan yang kutunggu. Memandang matamu, terasa begitu deras sesuatu menghujam kalbu.
***
Di matamu, apa sih yang tak fatal bagiku? Sekali kaukerdipkan, rindu meledak di dalam kalbu.
***
Aku tak bisa berpaling, hujan selalu jatuh tepat di mataku, mengantar bayangmu, membasuh rindu.
Puisi tentang rindu yang terpendam
Seandainya, aku dapat menukar rindu dengan waktu, maka kupilih pelukanmu.
***
Senja yang lebam itu: aku, seharian dipukul hujan dan rindu.
***
Aku suka memandangmu, seperti membaca buku, sampulnya kelopak matamu, yang perlahan membuka seribu halaman rindu.
***
Kau pun kembali sebagai rindu, guguran salju di celah bibirku, memperjelas ketiadaanmu.
***
Benarkah yang mengetuk pintu jantungmu? Tapi kutahu suara itu hanya ada dalam kalimat rindu.
***
Angin menggugurkan embun, menjatuhkannya di pintu, kucoba melihatnya yang ada hanyalah pendar rindu.
***
Aku memandang hujan, mendengarkan sebuah lagu. Mengapa rintik itu lebih merdu, saat kusebut namamu?
***
Mendung seperti cahaya di dalam kamar, dan kita tak sadar, gemuruh hujan itu bukan di luar, tapi di dalam dada kita yang berdebar.
***
Aku belajar pada embun, bagaimana mengecup bunga tanpa menjatuhkannya, tapi justru membiarkan dirinya yang jatuh.
***
Bagaimana aku terpejam, bayangmu memecut mataku dari jam ke jam, siapa bilang rindu tidak kejam, jika jatung ini terus dirajam.
***
Laut tak mau menanggung rindu, dan hanya aku yang tahu, pelukanmu sanggup menampung ribuan ombak, yang menghantam dadaku.
***
Karena kau memandangku, debu-debu menjadi cahaya. Karena kau tersenyum tanpa ragu, rinduku menggebu-gebu dalam gelap cuaca.
***
Ombak mengetik rindu di hamparan pantaiku, aku lihat perahu, namun tiada yang datang selain bayangmu.
***
Gemuruh ombak bagai gergaji membelah dada, menggenangi seluruh waktu, menghempaskan sukma ke dalam hamparan rindu.
***
Hembusan angin membawa rinduku ke cakrawala, langit jadi kelabu, menggambar beribu bayangmu.
***
Andaisaja kupu-kupu seindah kelopak matamu, bisakah juga berkedip membisikkan rindu?
***
Kau bertanya arti pelukan; andai kau tahu apa yang menyala dalam kalbu, tak semestinya kau kedinginan dalam rindu.
***
Aku merawat rindu dengan terus menulis sajak, dengan kata-kata yang tak menyerah pada waktu, yang tak lelah menempuh jarak.
Puisi rindu kekasih yang jauh
Bila rindu laut, akan aku kunjungi matamu, menatapmu lama-lama, merasakan ribuan ombak mengempas dada, sebelum kuceburkan diriku.
***
Rindumu hanya bisa kembali ke dalam rusukku, sebab ada cinta yang selalu menunggu, di balik bilik jantungku.
***
Cukup pelukanmu mewakili samudera, merubuhkan tubuhku, merebahkan keluh dan rindu, tenggelam dalam suara laut di jantungmu.
***
Pernah satu bintang terbakar rindu, seribu serpihan berderaian di mataku, seolah tahu sudut-sudut tempat bayangmu.
***
Malam tak dapat merahasiakan rindu, selalu ada nyala yang menggoreskan warna pada wajahmu.
***
Aku menyukai ranum bibirmu, mawar merekah di sudut-sudutnya dan sudah tentu segala puisi tumbuh di sana.
***
Ajari aku membaca aksara yang tak terjangkau rindu. Mataku rabun, tetapi suaramu terdengar dalam gema yang merdu.
***
Menggenggam tanganmu seperti menggenggam buku, sebuah buku dengan kehangatan yang tak pernah selesai menceritakan rindu.
***
Tak ada yang dapat menyembunyikan cahaya, ia selalu mencari atau mencarik celah, seperti rindu, yang membuat dada terbelah.
***
Kupetik semua bintang itu. Agar tumbuh kerdip baru, kerdip matamu, kerdip yang cuma tumbuh di dalam rindu.
***
Malam merebut sajak, angin merobek suaraku, mungkin aku tak lagi terdengar, tapi rindu ini terus berdebar melampaui kata-kata.
***
Malam menuntun bayangmu padaku, yang kukira helai-helai rambutmu, nyatanya hanya untaian bait puisi rindu.
***
Aku tak cemas pada hujan, sebab bagian paling deras adalah rindu, semua bermuara di parasku, melingkarkan nafasnya yang lembut memburu.
***
Di celah cinta dan rindu, akan ada badai dan cuaca tak tentu, tutuplah pintu, sebelum aku kaukunci di dalam hatimu.
***
Jika hujan tak menetes padaku maka hanya ada kertas yang terbakar rindu, tanganku yang tak letih menggambar hanya mendapatkan bayangmu.
***
Gerimis yang jatuh di kaca, hati-hati meletakkan bayangmu. Aku mengecup kaca itu, merasakan sejuknya rindu menitik kalbu.
Puisi hujan rindu
Hujan telah usai. Di jalan yang pernah kita lalui bersama, genangan memantulkan cahaya lampu. Aku satu-satunya pejalan yang melihat bayangmu.
***
Apakah yang dikabarkan hujan padaku? Jika rindu yang ia jatuhkan pada punggungku, aku pasti berbalik memeluk seluruh rintiknya.
***
Gerimis ini menghiburku, lembutnya seperti kugenggam jarimu, basahnya seperti kusentuh bibirmu.
***
Hujan menjelang malam dan bulan ikut berguguran dalam rintiknya, cahaya-cahaya bersentuhan lembut dengan senyummu.
***
Tanganmu menggenggam tanganku, memecahkan segelas rindu, membebaskan pasir dari gelas waktu, debar jantungmu menggelegar seperti merapi yang menjadi hujan abu di tubuhku.
***
Gerimis yang mengetuk kaca itu, biarkan melemparkan butirnya di kamarmu, menjatuhkah rinduku di tempat yang tak terjangkau air mataku.
***
Mengapa senja meninggalkan jendela, membiarkan gerimis jatuh di kaca, hanya untuk memantulkan bayangmu?
***
Ranting-ranting flamboyan itu, sungguh bagai bulu matamu, menahan hujan dan menjadikannya gerimis, mengubah terik matahari menjadi tatapan teduh.
***
Mestinya tak perlu kucemaskan matahari. Ada kerling hujan, di antara bulu mata senja. Tetapi haruskah hanya rindu, kata-kata yang dipilih cuaca?
***
Hujankah itu? jika pada tiap rintiknya, bibirmu terasa menyentuhku, terasa kau berbisik padaku.
***
Kukecup keningmu dengan lembut, seperti angin mengecup langit, menjatuhkan butir-butir gerimisnya, mengisi spasi di antara kelopak bunga.
***
Sekalipun pagi dihajar hujan, yang paling menggetarkan tetaplah embun di matamu.
***
Jika kau gerimis, pagutkan rintikmu pada hening bibirku, jika kau hujan, tautkan dadaku dalam gemuruhmu. Tak perlu kau teriakkan rindu, lembut saja, seperti jantungku menyebut namamu.
***
Seperti bola matamu, langit hitam kelabu teduh memandangku, menjatuhkan seluruh hujannya padaku.
***
Engkau mata berkerudung rindu, tempat kutemukan bening air hujan, yang memantul kembali ke langit, sebagai doa.
***
Kau telah menjadi nada sebelum aku mengenal bunyi, yang menuntunku pada suara hujan, jauh sebelum ia jatuh.
***
Andai kau tahu, aku jatuh berkali-kali, seperti hujan, seperti embun, menjadi titik-titik yang membentuk huruf di bibirmu.
***
Embun, hujan bahkan laut bersedia menjadi tinta, saat kutuliskan kalimat cinta di bibirmu.
***
Tak henti-hentinya hujan menembakkan rindu, sesekali terdengar ledakan saat aku mengecupmu.
***
Setetes apapun hujan pastilah membawa rindu, kusediakan tempat untukmu, sekalipun sayup-sayup kau datang menjenguk hatiku.
Penutup
Gimana, sudah baca semua koleksi puisi rindu yang kakak tuliskan di atas? Semoga bisa menjadi inspirasi buat kamu ya dalam mengungkapkan perasaan rindumu pada bentuk tulisan.
Memendam rindu itu tidak baik looh, ibaratnya itu seperti kamu memenggam bara. Perih dan sakit. Iya, ngga? Kalau tidak mau repot-repot, kamu bisa mengambil kutipan puisi tentang rindu di atas kemudian kamu bagikan ke media sosial, siapa tau orang yang kamu rindukan membacanya.
Terakhir, jika kamu punya puisi rindu, boleh dong di share ke kita-kita. Tuliskan saja di kolom komentar di bawah, biar semuanya juga bisa baca. Mana tahu ada yang terinspirasi dari tulisanmu. Siap?